Amerika Serikat dan China Rukun Bahas Kejahatan Siber

Sering bersitegang karena masalah kejahatan siber, China dan Amerika Serikat kini duduk bersama saat membahas kejahatan siber dan peretasan yang belakangan sering terjadi.

Pertemuan akan dilakukan di Washington mulai hari ini Selasa (1/12). Mengutip dari Reuters, China akan diwakili oleh Menteri Keamanan Publik Guo Shengkun dan Amerika Serikat diwakili oleh Sekretaris Keamanan Dalam Negeri Jeh Johnson. Jaksa Agung Loretta Lynch dikabarkan akan hadir di tengah diskusi bilateral ini.

Pertemuan bilateral ini memang ditujukan sebagai jembatan untuk memperbaiki hubungan kedua negara usai penarikan diri China dari kelompok kerja dengan Amerika Serikat tahun lalu, setelah 5 anggota militernya didakwa telah meretas 6 perusahaan asal negeri paman Sam tersebut.

Pada bulan September lalu, diketahui pihak China yang diwakili oleh Presiden Xi Jinping juga sempat mengunjungi Washington, sekaligus membuat sebuah pakta bahwa negaranya tidak lagi melakukan peretasan terhadap AS untuk kepentingan komersial.

Pakta tersebut juga menekankan perjanjian antara banyak negara untuk bersama-sama mengambil langkah terkait kasus peretasan, di mana pengintaian secara tradisional adalah sesuatu yang wajar, namun menerebos sistem komputer sektor swasta untuk kepentingan ekonomi sangat dilarang.

Awal bulan ini, kumpulan 20 negara-negara berpengaruh di dunia atau yang disebut G20 juga telah menyetujui peraturan serupa yang melarang adanya pengintaian dengan meretas sistem sektor swasta.

Usai kunjungan Jinping, Washington Post melaporkan memang terlihat penurunan kejadian kejahatan siber yang dilakukan pihak China. Namun beberapa fakta ternyata memperlihatkan inkonsisten pihak China dalam memperbaiki hubungannya dengan AS, seperti diungkapkan Bill Evanina, Kepala Kontraintelijen AS.

Salah satu firma keamanan siber AS, CrowdStrike juga mengeluarkan laporan terkait adanya deteksi peretasan terhadap beberapa perusahaan AS yang diduga dilakukan oleh China.

Awal tahun ini, pemerintah adidaya itu juga sempat mengetahui bahwa telah terjadi peretasan secara besar-besaran terhadap catatan pegawai pemerintah federal AS yang dilakukan oleh negeri tirai bambu tersebut, di mana terdapat data yang berisi informasi personal lebih dari 22 juta staf pemerintahan.

China bersama Rusia dan Iran memang selama ini diketahui merupakan ‘musuh’ dari Amerika Serikat dalam hal peretasan sebagai bentuk kejahatan siber.

Keamanan siber juga memang menjadi suatu hal yang sensitif bagi kedua negara ini, di mana di satu sisi merupakan kerikil di antara hubungan mereka, sekaligus di sisi lain juga menjadi ‘pompa’ bagi perekonomian kedua belah pihak yang diketahui turut menyubangkan Rp 8,1 triliun melalui perdagangan bilateral sepanjang tahun lalu.

Terlepas dari berbagai catatan kelam di balik hubungan kedua negara ini dalam hal keamanan siber, pertemuan bilateral ini diharapkan nantinya bisa menjadi langkah untuk memperbaiki hubungan, sekaligus menghasilkan peraturan yang jelas untuk menekan terjadinya tindak kejahatan siber antar dua negara ini.

Sumber berita: cnnindonesia.com
Sumber foto: searchlake.com

Rate this post

Bagikan:

[yikes-mailchimp form=”2″]

× Apa yang bisa kami bantu?