Pemerintah berencana untuk membentuk Badan Cyber Nasional. Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai rencana ini harus dikaji secara matang sebelum direalisasikan.
TB Hasanuddin mengatakan, semangat pembentukan Badan Cyber Nasional yang ditujukan untuk melindungi insitusi pemerintahan dari penyadapan merupakan hal yang bagus. Namun, bila pembentukan lembaga negara yang digagas Menko Polhukam itu tidak dikaji secara matang, maka akan menimbulkan permasalahan di kemudian hari.
“Pemerintah harus memperhatikan beberapa hal dalam pembentukan Badan Cyber Nasional. Pertama, imbuh TB Hasanuddin, lembaga itu harus jelas leading sectornya, apakah berada di bawah Kemenkominfo, Kemhan, Lemsaneg atau BIN,” kata TB Hasanuddin dalam keterangan pers, Senin (30/5/2016).
“Misalnya di Amerika Serikat itu ada The National Cybersecurity Center (NCSC). Lembaga ini jelas di bawah Department of Homeland Security (DHS). Tugasnya monitor, mengumpulkan dan berbagi information dalam sistem milik DHS, FBI, NSA, dan DoD,” tambahnya.
Kedua, lanjut TB Hasanuddin, pemerintah juga harus menjelaskan posisi, tugas, dan kewenangan Badan Cyber Nasional. Sebab, lembaga negara lainnya seperti BIN juga memiliki divisi khusus yang menangani ancaman cyber.
“Jangan sampai ini bertabrakan dengan lembaga lain yang juga memiliki pengawasan cyber,” tegasnya.
Ketiga, kata TB Hasanuddin, pemerintah harus memaparkan secara jelas tentang kondisi keamanan negara dari ancaman cyber yang dijadikan alasan untuk membentuk Badan Cyber Nasional. Sebab, paparan dari pemerintah, memberikan kesempatan bagi publik untuk menanggapi badan tersebut.
“Keempat, Badan Cyber Nasional sebagai lembaga negara harus memiliki Undang-undang yang jelas agar ada landasan hukum. Tanpa adanya regulasi, maka setiap perubahan rezim bisa saja lembaga itu sudah tidak diperlukan,” katanya.
“Kalau hanya Peraturan Presiden, bisa jadi lembaga itu bubar jalan saat pemerintahan baru. Padahal, untuk membentuk lembaga baru ini bukan biaya murah,” tambah politisi PDIP ini.
Selain itu, menurut TB Hasanuddin, bila lembaga itu tidak memiliki Undang-undang, maka tidak menutup kemungkinan akan mengancam kebebasan masyarakat untuk berekspresi.
“Kalau tak ada UU, bisa saja lembaga itu ternyata memiliki fungsi surveillance atau penyadapan yang bisa menghambat kebebasan masyarakat untuk berekspresi di dunia maya. Di Amerika saja kewenangan badan cyber dalam melakukan surveillance diatur dalam UU Freedom Act 2015,” kata TB Hasanuddin.
TB Hasanuddin menegaskan, Badan Syber Nasional harus dengan prinsip kemandirian bangsa, karena menyangkut keamanan sistem dan data negara Indonesia, tanpa perlu pelibatan negara besar lainnya seperti China atau Amerika Serikat.
“China dan Amerika Serikat saja sering dibobol oleh hacker. Bahkan, kedua negara itu kerap terlibat perseturuan dalam soal cyber security. Jangan lupa kasus Julian Assange dengan situs ‘Wikileaks’nya yang terus menerus sanggup meretas dokumen dan informasi rahasia Amerika Serikat,” kata TB Hasanuddin.
Sumber berita: inet.detik.com
Sumber foto: sindonews.net