FireEye, firma keamanan asal AS menemukan bahwa telah terjadi aktifitas spionase cyber di wilayah Asia selama lebih dari sepuluh tahun lamanya. Hal itu disampaikan oleh FireEye pada sela-sela presentasi di Hanoi, Vietnam beberapa waktu lalu. FireEye mengatakan bahwa spionase siber itu menargetkan negara di Asia seperti Vietnam, Malaysia, India, Korea Selatan dan Jepang.
Kelompok spionase cyber itu dinamakan APT 30 oleh FireEye. “Kelompok APT 30 menyerang komputer di negara-negara Asia untuk mencuri informasi sensitif untuk kepentingan mereka,” kata FireEye di gelaran tersebut. Temuan lainnya yang dipaparkan oleh FireEye adalah APT 30 disinyalir telah melakukan kegiatan spionase siber sejak sepuluh tahun yang lalu. “Kegiatan mereka berada di bawah radar. Benar-benar tidak dapat teberdeteksi,” tegas mereka.
FireEye pun menjelaskan bahwa APT 30 diduga kuat didukung oleh aktor negara untuk melakukan spionase cyber. “Puncaknya adalah ketika ASEAN Summit, aktifitas mata-mata tersebut terlihat mengalami lonjakan yang tajam,” tegas FireEye. Adapun isu yang memancing mereka untuk bergerak adalah mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya terkait kisruh di Laut China Selatan.
Wilayah tersebut adalah daerah sengketa yang melibatkan sejumlah negara ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina dan Tiongkok serta menyeret keterlibatan pemerintah AS di dalamnya. Apa yang menarik dari wilayah Laut China Selatan khususnya Kepulauan Spratley? Kandungan gas alam dan wilayah yang kaya akan sumber daya laut adalah daya tariknya. Pemerintah Tiongkok berkali-kali sering melakukan manuver militer di wilayah itu untuk menegaskan bahwa mereka berhak atas daerah itu.
FireEye melakukan penelitian pada 200 malware yang berhasil ditemukan di sistem komputer pemerintah ataupun perusahaan Vietnam. Malware itu menurut FireEye mengerucut pada kelompok spionase cyber APT 30. Tidak hanya instansi pemerintah ataupun perusahaan, APT 30 pun menyasar media dan jurnalis. Hal itu tidak terlepas dari pemberitaan media yang dinilai memberatkan ekonomi Tiongkok, kemajuan teknologi ataupun isu-isu tentang hak asasi manusia.
Berdasarkan temuan FireEye, aktifitas APT 30 dapat dilacak sejak tahun 2005 yang lalu. Mereka pun mengatakan bahwa APT 30 tidak mengembangkan strategi spionase cybermenggunakan teknologi terbaru. “Dalam pandangan mereka, APT 30 tidak perlu mengembangkan teknologi baru,” papar FireEye. Firma keamanan AS itu pun mengindikasikan bahwa Beijing berada di balik spionase siber APT 30.
Sumber: ciso.co.id