Menkominfo Muluskan Jalan OpenBTS

Para pegiat OpenBTS kini boleh gembira karena mereka mendapat fasilitas dari Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, untuk memanfaatkan dan mengembangkan penelitian OpenBTS.

Dalam kunjungannya ke komunitas pegiat OpenBTS di kawasan Tebet, Jakarta, Kamis (7/1), Rudiantara berjanji memfasilitasi teknologi OpenBTS agar bisa dimanfaat sebagai pemancar sinyal telekomunikasi seluler warga di kawasan rural Indonesia.

Ada tiga hal atau syarat yang dijanjikan Rudiantara kepada para komunitas. Pertama, teknologi OpenBTS akan mendapatkan saluran frekuensi memanfaatkan 900 MHz agar bisa beroperasi legal alias tidak mencuri frekuensi. Ia berjanji tak mengenakan pajak frekuensi terhadap pegiat atau komunitas yang memanfaatkan OpenBTS.

Kedua, teknologi OpenBTS ini tidak boleh dikomersialkan. Pegiat atau komunitas yang membangun OpenBTS, boleh menawarkan layanan telekomunikasi seluler tetapi tak boleh memungut bayaran.

Ketiga, tidak ada jaminan layanan dari OpenBTS lantaran tidak ada komersialisasi dari pihak yang menawarkannya. Teknologi ini bisa jadi ditawarkan oleh pegiat, warga setempat, atau komunitas.

“Pengguna tidak bisa komplain kalau layanan jelek karena memang tidak dipungut bayaran, gratis,” kata Rudiantara.

OpenBTS sendiri merupakan base transceiver station (BTS) GSM berbasis peranti lunak yang dihubungkan dengan peranti keras komputer dengan antena penerima dan pemancar. Dengan perangkat macam ini, pengguna ponsel dan kartu SIM GSM yang terhubung dengan OpenBTS bisa saling melakukan panggilan telepon dan berkirim SMS sehingga tak memerlukan jaringan operator seluler komersial.

Para pegiat OpenBTS sendiri menyambut baik janji Rudiantara. Mereka janji akan membuat jaringan telekomunikasi seluler yang tertutup, artinya komunikasi hanya tersedia untuk warga dijangkau oleh sinyal OpenBTS. Sehingga, komunikasi telepon dan SMS OpenBTS ini tidak bisa keluar area jangkauan sinyal seperti layanan yang ditawarkan operator seluler komersial.

Onno W. Purbo, salah seorang pegiat OpenBTS, meminta agar Rudiantara juga memberi penomoran (numbering) untuk pelanggan OpenBTS.

Namun, hal yang satu ini nampaknya sulit direalisasikan oleh Rudiantara karena soal penomoran ini membutuhkan standar internasional, juga kebutuhan OpenBTS ini hanya disediakan pada jaringan tertutup.

“Kita coba satu tahun atau enam bulan dulu, sambil jalan nanti,” tutur Rudiantara.

Para pegiat berharap dengan fasilitas yang diberikan ini mereka dapat memperkuat penelitian dan pengembangan OpenBTS.

Sejauh ini, Onno W. Purbo berkata, teknologi OpenBTS telah dimanfaatkan oleh kelompok warga di sebuah desa di Papua agar mereka bisa saling berkomunikasi dengan ponsel dengan komunitasnya. Onno berkata OpenBTS di desa ini dikelola oleh seorang warga yang berprofesi sebagai guru.

Sumber berita: cnnindonesia.com
Sumber foto: gigaom.com

Rate this post

Bagikan:

[yikes-mailchimp form=”2″]

× Apa yang bisa kami bantu?