Penjahat Cyber Lebih Mengincar Orang Ketimbang Infrastruktur IT

Para penjahat cyber kini lebih memilih mengincar orang dibanding infrastruktur teknologi informasi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kesadaran tentang keamanan cyber di sebagian besar negara, termasuk di beberapa negara maju.

“Orang sebagai operator dianggap lebih banyak mempunyai informasi yang sangat bernilai, karena itu komunikasi menjadi penting untuk diamankan. Kesadaran inilah yang secara umum belum terbangun, khususnya di Indonesia,” kata Ketua Lembaga Riset CISSReC, Pratama Persadha dalam ajang International Conference on Advanced Communications Technology (ICACT) yang berlangsung di PyeongChang, Korea Selatan, 31 Januari-3 Februari 2016.

Dalam makalah bertajuk ‘How Inter-organizational Knowledge Sharing Drives National Cyber Security Awareness? A Case Study in Indonesia’, Pratama menekankan pentingnya kesadaran keamanan siber lewat organisasi dan lembaga riset. Menurut Pratama, tujuan akhir dari kesadaran keamanan cyber yang paripurna adalah terciptanya sistem dan aturan yang melindungi pengguna dan prasarana sektor-sektor strategis.

Ujungnya, kata dia melanjutkan, terciptanya sebuah sistem yang tidak hanya melindungi infrastruktur, namun juga pemangku kebijakan dari upaya penyadapan, pencurian informasi, dan upaya lain yang membahayakan kedaulatan bangsa.

Pratama mengatakan, komunikasi manusia dewasa ini semakin tergantung pada teknologi informasi. Cara dan perangkat komunikasi telah berevolusi mengikuti perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Ancaman terhadap komunikasi dan keamanan data juga meningkat. Akibatnya, bahaya yang mengancam teknologi informasi juga secara langsung mengancam komunikasi manusia, seperti virus, peretasan, dan penyadapan.

Karena itu, ujar dia, diperlukan usaha tidak hanya dari pemerintah, tapi juga dari seluruh elemen masyarakat. Di beberapa negara seperti Australia, kesadaran keamanan cyber bisa dibangun dari bawah (bottom-up). Dimulai dari organisasi dan lembaga penelitian yang mempunyai fokus ke sana, saling tukar ide dan memberikan masukan pada pemerintah, kemudian mengedukasi masyarakat secara langsung lewat media atau sarana lain.

Menurut Ketua CISSReC ini, model masyarakat Indonesia yang suka berkumpul dan diskusi dapat menjadi titik penting untuk berbagi ide sekaligus edukasi pentingnya keamanan cyber. Model seperti ini cukup cocok di Indonesia, selain sesuai dengan proses pembuatan Undang-Undang.

“Dalam pembuatan UU, pemerintah diminta untuk melakukan sosialisasi ke bawah dan sekaligus meminta pendapat masyarakat. Para aktivis internet dan juga organisasinya bisa turut serta. Di sinilah titik temu antara keaktifan organisasi di masyarakat dan pemerintah dalam meningkatkan kesadaran pentingnya keamanan cyber,” kata pakar keamanan cyber dan komunikasi ini.

Sumber berita: republika.co.id
Sumber foto: hututoo.com

Rate this post

Bagikan:

[yikes-mailchimp form=”2″]

× Apa yang bisa kami bantu?