Komputasi awan (cloud computing) merupakan salah satu tren teknologi yang tidak bisa dihindari. Komputasi awan mampu menggantikan pusat data yang kaku, dengan layanan yang sesuai kebutuhan, bisa diakses dari mana pun, hemat sumber daya, elastis, dan terukur. Pemanfaatan komputasi awan begitu luas dan telah masuk ke semua aspek kehidupan modern.
Permasalahan Pajak di Indonesia
Pajak menjadi unsur utama dalam menunjang kegiatan perekonomian, menggerakkan roda pemerintahan, dan menyediakan fasilitas umum untuk masyarakat. Pajak menyumbang sekitar 70 persen dari seluruh penerimaan negara. Sayangnya, pajak dianggap sebagai beban oleh sebagian besar rakyat Indonesia dan lebih dari 50 persen wajib pajak tidak membayarkan pajaknya.
Menurut catatan Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, jumlah wajib pajak di Indonesia saat ini 60 juta individu dan 5 juta badan usaha. Namun dari jumlah tersebut, hanya 23 juta wajib pajak orang pribadi (WPOP) dan 550 ribu badan usaha yang taat membayar pajak. Lalu dari pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang jumlahnya sekitar 28 juta orang, hanya 11 juta yang patuh melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT).
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan NE Fatimah mengatakan, terdapat realisasi defisit anggaran dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp 318,5 triliun (2,80 persen terhadap PDB).
Fatimah kemudian menjelaskan bahwa hal tersebut berimplikasi terhadap realisasi pembiayaan anggaran, sementara dalam tahun 2015 mencapai Rp 329,4 triliun atau 147,3 persen dari target dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp 222,5 triliun.
Menteri Keuangan Indonesia Bambang Brodjonegoro tengah menyusun strategi baru dalam upaya peningkatan penerimaan pajak, di tengah keterbatasan pemeriksa dan penyidik pajak Indonesia. Menurut Bambang, jumlah petugas pemeriksa dan penyidik pajak Indonesia yang masih di bawah angka 5.000 orang masih dirasa sangat kurang, karena jumlah wajib pajak yang mesti diawasi jauh lebih besar.
Sistem e-Filing yang menjadi tumpuan Ditjen Pajak untuk pelaporan pajak juga tampaknya masih perlu banyak pembenahan. Misalnya e-Filing beberapa kali sempat gagal diakses ketika para wajib pajak ramai-ramai melaporkan pajak pada akhir Maret 2016 lalu.
Meskipun Ditjen pajak menambahkan server, tampaknya ini tidak menyelesaikan masalah, sehingga tenggat waktu pelaporan pajak harus diundur ke bulan berikutnya. Terlihat bahwa ini memang masalah yang selalu berulang karena tahun-tahun sebelumnya problem server yang gagal juga pernah terjadi.
Studi Kasus Kantor Pajak Meksiko
Di dalam konteks sistem e-Filing, Ditjen Pajak sebenarnya bisa belajar dari kantor Sistem Administrasi Pajak (SAT) Meksiko. Strategi SAT untuk meningkatkan pendapatan pajak adalah dengan meningkatkan interaksi dengan para wajib pajaknya melalui teknologi.
Sebelumnya SAT memiliki sistem manual yang mahal. Namun Pemerintah Meksiko mengeluarkan peraturan baru untuk meningkatkan interaksi dengan para wajib pajak melalui sistem online. Beberapa proses penting seperti penerbitan tagihan elektronik dan laporan pajak tahunan ditingkatkan kualitasnya.
Pada 2014, Meksiko mengeluarkan reformasi fiskal yang mengharuskan seluruh kalangan bisnis dari semua sektor untuk menerapkan sistem online untuk accounting, penagihan, dan lain-lain. Penerapan semua serba online tersebut tentunya menuntut sistem yang mampu memproses data yang luar biasa besar secara sangat cepat dan cerdas, untuk meningkatkan kualitas interaksi dengan para wajib pajak. Misalnya sistem lama hanya mampu menangani 30 ribu orang pada satu saat dan sering terjadi sistem gagal diakses.
SAT mulai memasuki proses modernisasi infrastruktur teknologi pada 2011 dengan membangun pusat data tradisional yang sangat mahal, dan membutuhkan waktu terlalu lama untuk dibangun, sehingga akhirnya SAT memutuskan untuk menghentikan pembangunan ini dan beralih ke solusi komputasi awan.
Perbandingannya, jika solusi pusat data tradisional memakan waktu lebih dari setahun untuk dibangun, solusi komputasi awan hanya memakan waktu kurang dari 3 bulan saja. Selain itu, solusi komputasi awan juga memungkinkan cara-cara baru mengakses informasi, misalnya melalui perangkat genggam (smartphone).
Menggunakan solusi komputasi awan ini, SAT berhasil meningkatkan jumlah wajib pajak dari 40 juta di 2012 menjadi 46.3 juta di 2015. Hanya dalam dua tahun, SAT mampu mengumpulkan informasi yang selama ini dikumpulkan selama 15 tahun.
Solusi komputasi awan juga mampu mendukung lonjakan volume yang luar biasa pada saat pelaporan pajak tahunan. Pada April 2015, SAT menerima rekor pelaporan sebesar 3.6 juta. Artinya terdapat peningkatan 20 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dari sisi penerimaan pajak, pada 2015 SAT juga mencatat rekor peningkatan sebesar 10 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Selain itu, SAT berhasil mengembangkan aplikasi online Kotak Pajak yang sekarang sudah memiliki 600 ribu pengguna terdaftar. SAT mengharapkan setiap wajib pajak mengatur sendiri informasi pajaknya melalui aplikasi tersebut.
Ini sangat mempermudah para pengguna untuk memeriksa seluruh kewajiban dan berbagai macam proses lainnya yang terkait dengan pajak.
Komputasi awan juga memberikan kemampuan analitis yang sangat bermanfaat bagi SAT untuk mendapatkan wawasan informasi lebih luas mengenai para wajib pajak, sehingga SAT mampu mempersingkat waktu proses dari sekian jam menjadi dua (2) menit saja.
Berkat komputasi awan juga SAT akhirnya mampu mengembangkan sendiri banyak layanan yang sangat mempermudah wajib pajak, misalnya membuat proses pendaftaran pajak secara online, menerima keluhan-keluhan secara online, dan sebagainya.
Selain itu, SAT juga bisa mengembalikan kelebihan pembayaran pajak dalam waktu 5 hari, jauh lebih cepat daripada sebelumnya yang membutuhkan waktu 2 bulan.
Dari sisi biaya, solusi berbasis komputasi awan yang baru ini bisa menghemat anggaran SAT sampai 70 persen dibandingkan dengan sistem lama!
Gambar di atas adalah arsitektur solusi SAT yang disederhanakan. Solusi dibangun menggunakan teknologi komputasi awan hibrid, yang terdiri dari penyedia layanan komputasi awan Microsoft Azure dengan pusat data di Amerika, dan SAT yang berada di Meksiko.
Wajib pajak terhubung melalui portal wajib pajak di fasilitas komputasi awan Microsoft Azure. Di sini kemampuan elastis dan skalabilitas Microsoft Azure dimanfaatkan untuk menampung seluruh wajib pajak yang ingin terlayani dalam waktu serempak.
Seluruh data dan saluran tersandi (encrypted), sehingga tidak bisa disadap atau dibuka oleh pihak yang tidak berkepentingan, dan pemegang kunci sandi hanyalah orang tertentu di SAT.
Keuntungan Karakteristik Komputasi Awan
Ada lima karakteristik komputasi awan yang menguntungkan di dalam konteks e-Filing:
1. Elastis
pengguna layanan komputasi bisa meningkatkan kapasitas 1 server menjadi 100, atau dari 100 menjadi 1 saja, dalam waktu sekejap sesuai kebutuhan. Karakteristik ini membuat solusi e-Filing tidak pernah gagal diakses, meski terdapat lonjakan pelaporan pajak karena waktu pelaporan sudah mendekati batas-batas akhir (misalnya akhir bulan Maret). Di Bulan April, ketika tidak ada lagi pelaporan, server yang dipergunakan dikurangi atau dimatikan sama sekali.
2. Dapat diukur
Pengguna layanan komputasi awan membayar jasa layanan komputasi awan sesuai kebutuhan. Jika hanya dipakai sehari, pengguna cukup membayar sehari. Bila dipakai sebulan saja, pengguna juga cukup membayar sebulan. Artinya, Ditjen Pajak hanya membayar layanan komputasi awan untuk e-Filing seperlunya, misalnya hanya membayar sesuai penggunaan di bulan Maret dan di bulan lainnya tidak ada pengeluaran sama sekali karena semua server sudah dimatikan.
3. Dikonfigurasi secara swalayan dan disesuaikan kebutuhan
Pengguna komputasi awan bisa melakukan konfigurasi layanan sendiri tanpa meminta bantuan operator, dan kapasitas komputasinya disesuaikan kebutuhan. Artinya, Ditjen Pajak bisa melakukan keputusan untuk menambah/mengurangi kapasitas komputasi e-Filing sendiri tanpa harus bolak-balik minta tolong kepada penyedia jasa layanan komputasi awan.
4. Dapat diakses dari mana pun menggunakan perangkat apa pun
Pengguna komputasi awan selalu terhubung ke layanan komputasi awan melalui jaringan internet untuk publik, bisa menggunakan smartphone atau menggunakan laptop atau tablet. Artinya seluruh wajib pajak bisa melaporkan pajaknya melalui situs e-Filing menggunakan perangkat apa pun, bisa smartphone/tablet/pc, sepanjang ada akses internet. Jika tidak punya perangkat, wajib pajak tetap bisa melaporkan pajaknya melalui cara konvensional (menggunakan kertas), atau dibantu di KPP.
5. Sumber komputasi bisa dipergunakan bersama-sama banyak pengguna
Semua sumber komputasi seperti server, storage, aplikasi, dan layanan bisa dipergunakan bersama-sama oleh pengguna yang berbeda-beda dari institusi atau lembaga yang berbeda-beda secara aman tanpa saling mengganggu. Ini artinya sistem yang disewa untuke-Filing juga bisa dipergunakan untuk keperluan lain, misalnya di bulan Maret sistem komputasi awan dipergunakan secara maksimal untuk e-Filing, sementara di bulan-bulan lainnya Ditjen Pajak bisa menggunakannya untuk aplikasi berat lainnya atau dimatikan saja.
Beberapa Pertimbangan
Ada berbagai keuntungan dari penerapan komputasi awan. Meski demikian, beberapa hal di bawah ini merupakan pertimbangan singkat bagi Ditjen Pajak dalam memilih penyedia layanan komputasi awan:
- Penyedia layanan komputasi awan harus memiliki sertifikasi ISO/SNI 27001 (Manajemen Keamanan Informasi). Sertifikasi ini memastikan layanan komputasi awan tersebut aman (malah mungkin lebih aman daripada pusat data milik Ditjen Pajak yang mungkin belum tersertifikasi ISO/SNI 27001).
- Idealnya penyedia layanan komputasi awan juga memiliki sertifikasi ISO 27018 (Perlindungan Data Pribadi di Komputasi Awan). Sertifikasi ini memastikan semua data pribadi (seperti nama, no., telp/alamat/NPWP, dan sebagainya) terlindung dengan aman dan tidak dibagikan ke orang lain (seperti yang sering terjadi di Indonesia, di mana informasi nama/no telp sering diperjualbelikan untuk penawaran kartu kredit).
- Lokasi data – Ini memastikan bahwa lokasi data memenuhi ketentuan undang-undang. Artinya penyedia layanan komputasi awan harus mendukung arsitektur hibrid, di mana data-data sensitif harus tetap diletakkan di Ditjen Pajak, sementara data-data transaksi bisa diletakkan di pusat data penyedia.
- Kapasitas – Penyedia layanan komputasi awan harus memiliki kapasitas yang cukup untuk menangani beban puncak sesaat (misalnya pada saat minggu terakhir bulan Maret) tanpa kegagalan sistem.
- Akses – Penyedia layanan komputasi awan harus memiliki sambungan internet yang cukup untuk menampung beban puncak tanpa kegagalan/kelambatan akses.
- Manajemen sumber daya – Penyedia layanan komputasi awan harus memberikan kemampuan Ditjen Pajak untuk mengubah-uban sendiri sumber daya komputasi tanpa bantuan penyedia layanan.
Opini oleh: Tony Seno Hartono – National Technology Officer Microsot Indonesia
Sumber berita: tekno.liputan6.com
Sumber foto: swansonreed.com