Aturan Privasi Digital Rampung Akhir 2015

Kasus pelanggaran data pribadi semisal telepon penawaran kredit dari perbankan, SMS penipuan, dan kasus-kasus lainnya, termasuk pelanggan yang merasa terganggu oleh pengemudi Go-Jek, rupanya mendapat perhatian serius dari pemerintah.

Menkominfo Rudiantara memastikan akan hadirnya Peraturan Menteri (PM) tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik atau bisa juga disebut PM Privasi Digital pada 2015 untuk memberikan perlindungan bagi data pribadi milik pengguna layanan telekomunikasi.

“Idealnya isu perlindungan data pribadi masuk ke Undang-undang, tetapi itu baru bisa di Prolegnas 2016. Melihat kondisi saat ini kita tak bisa menunda lagi, untuk sementara kita hadirkan dulu lewat PM,” ungkap menteri yang akrab disapa Chief RA di Jakarta.

Menurutnya, penggunaan data pribadi harus diutamakan karena semakin rawan penyalahgunaan. “Contoh sederhananya, kita waktu pakai Go-jek itu kan nomor telepon bisa dipakai tidak hanya untuk ojek,” kata menteri.

“Sehabis diantar oleh Go-Jek, besoknya tiba-tiba ada yang SMS nawarin sesuatu, rupanya dapat nomor dari Go-Jek, itu gimana perlindungannya. Ini contoh ya, tetapi bisa saja itu terjadi kalau tidak ada aturan yang jelas soal data-data pribadi,” tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah memang tengah mengajukan uji publik untuk RPM Privasi Digital. ICT Watch dalam usulannya menyatakan aturan itu harus secara jelas menyatakan data pribadi apa saja yang dikumpulkan, baik yang disampaikan secara sadar oleh pemilik data ataupun diperoleh secara otomatis oleh penyelenggara, termasuk yang dalam kategori ‘Persistent Identifier’.

Persistent Identifier adalah sebuah referensi atau rujukan secara berterusan atau dalam rentang waktu lama, yang merujuk pada obyek digital tertentu , dan kemudian dapat digunakan untuk mengenali seseorang atau pengguna Internet dari waktu ke waktu dan di sejumlah situs yang berbeda.

Sedangkan Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) mengkritisi RPM tersebut dengan menyatakan Perlindungan Data Pribadi merupakan bagian dari Hak Atas Privasi yang diatur dalam sejumlah konsensus internasional dan UUD 1945 Pasal 26G ayat (1) sehingga memerlukan legitimasi hukum setingkat UU.

Jika hanya diatur dalam bentuk PM, konsekuensi lain yang akan muncul adalah mengenai kapasitas Kementerian Kominfo yang melampaui kewenangannya dalam mengatur perlindungan data pribadi, mengingat keberadaan data pribadi tersebar beberapa kementrian atau lembaga tidak hanya Kementeri Kominfo.

Sumber: detik.com

Rate this post

Bagikan:

[yikes-mailchimp form=”2″]

× Apa yang bisa kami bantu?