Masih teringat dengan kejadian pada tanggal 15 Januari 2018? Muncul sebuah berita menggemparkan di tengah hari, di mana selasar Menara II Bursa Efek Indonesia roboh. Hal yang membuat ngeri, adalah karena peristiwa ini terekam kamera CCTV, dan menunjukkan korban yang tidak tahu apa-apa tiba-tiba terjatuh dari lantai 2 ke lantai 1.
Kronologinya, beberapa saat menjelang tengah hari, sejumlah orang khususnya rombongan mahasiswa Universitas Bina Dharma, Palembang, sedang menunggu lift di selasar mezanin Menara II Bursa Efek Indonesia, Jakarta. Lantai mendadak ambruk, menimpa sejumlah orang lain di bawah mereka. Pada saat kejadian, semua orang terlihat panik.
Berdasarkan informasi dari salah satu karyawan yang bekerja di lantai lima Gedung Bursa Efek Indonesia, getaran gedung terasa hingga ke lantai atas, sehingga semua aktivitas bisnis mendadak dihentikan. Ratusan orang dievakuasi, dan gedung berlantai 32 itu dikosongkan.
Sumber: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-42700146
Sebagian korban adalah karyawan yang bekerja di gedung itu. Namun sebagian besar adalah anggota rombongan mahasiswa Universitas Bina Dharma, Palembang, yang sedang melakukan sebuah kunjungan kerja. Kejadian tersebut menyebabkan 77 orang luka-luka dan segera dievakuasi ke luar menara II Bursa Efek Indonesia.
Dari hasil investigasi, Kementerian PUPR menyimpulkan bahwa beban yang terkonsentrasi di satu titik selasar menyebabkan salah satu penggantung terlepas, sehingga memicu penggantung lainnya terlepas. Selain itu, beban yang ada pada saat peristiwa tidak mampu dipikul oleh tumpuan pada dinding vertikal, sehingga memicu kegagalan bangunan.
Kegagalan bangunan gedung pada selasar mezzanine Lobi Gedung Bursa Efek Indonesia terjadi karena: (a) sling putus, (b) penjepit sling terlepas, (c) baut tidak kencang, (d) baut patah, (e) penurunan kekuatan sling, baut, atau penjepit akibat korosi, (f) robeknya pertemuan baja dengan beton kolom dan/atau balok.
Sumber : https://cdn2.tstatic.net/jogja/foto/bank/images/gedung-Bursa Efek Indonesia-ambrol_20180116_114633.jpg
Dengan adanya kondisi yang tidak normal tersebut, apakah keberlangsungan bisnis Bursa Efek Indonesia terganggu?
Hal ini tentunya dipengaruhi oleh berbagai faktor, namun salah satu faktor yang menjamin tidak terganggunya aktivitas keberlangsungan bisnis Bursa Efek Indonesia adalah karena Bursa Efek Indonesia sudah mengimplementasikan sistem manajemen kontinuitas bisnis dengan baik pada tahun tersebut.
Apa itu sistem manajemen kontinuitas bisnis?
Sistem Manajemen Kontinuitas Bisnis atau yang biasa dikenal dengan Business Continuity Management System (BCMS) adalah sistem manajemen holistik mulai dari menyediakan langkah-langkah kebijakan, identifikasi risiko, struktur organisasi dan tanggung jawab, mekanisme kerja serta prosedur operasional dalam upaya pemulihan organisasi dan aktivitasnya. BCMS menyediakan struktur bagi organisasi untuk memperbarui, mengendalikan dan menggunakan rencana yang efektif, dengan mempertimbangkan kemungkinan dan kemampuan organisasi, serta kebutuhan bisnis.
Manfaat dari sistem manajemen kontinuitas bisnis yang memenuhi standar ISO 22301
-
Melindungi aset, pergantian dan keuntungan: Manajemen kontinuitas bisnis yang efektif (BCM) memungkinkan organisasi untuk melindungi kerugian setelah insiden atau bencana, sambil mengurangi risiko kerugian lebih lanjut.
-
Memastikan keberlangsungan operasional bisnis: BCMS membantu mempertahankan tingkat layanan organisasi kepada pelanggannya. Ini juga membantu para pemimpin bisnis untuk menilai dampak potensial dari gangguan operasional, membuat keputusan yang tepat dengan cepat, menyebarkan respons yang efektif dan meminimalkan dampak keseluruhan.
-
Meningkatkan keunggulan kompetitif dan reputasi perusahaan: Organisasi dengan BCMS yang mematuhi ISO 22301 dapat meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap kemampuan organisasi untuk merespons insiden.
-
Memenuhi persyaratan hukum dan peraturan: Kepatuhan ISO 22301 amat direkomendasikan sebagai alat yang berguna untuk menerapkan respons insiden dan struktur pelaporan yang terdefinisi dengan baik, sehingga organisasi dapat menunjukkan bahwa mereka mengambil langkah untuk mematuhi persyaratan peraturan.
-
Mendapatkan penilaian independen terhadap postur keamanan Anda: Sertifikasi terakreditasi melibatkan tinjauan berkala dan audit internal yang memberikan pendapat ahli tentang apakah BCMS berfungsi dengan baik dan memberikan tingkat keamanan yang diperlukan untuk melindungi produk dan layanan organisasi.
Mengapa perlu Business Continuity Management System (BCMS)?
Business Continuity Management System (BCMS) menjadi suatu keharusan karena bertujuan untuk mempersiapkan dan melatih perusahaan agar mempunyai ketahanan dalam operasional bisnis kritikal, sehingga apabila terjadi bencana atau gangguan proses operasional bisnis tersebut akan tetap berjalan.
BCM perusahaan bisa bekerja dengan baik pada saat disaster atau bencana apabila semua faktor penting dari pendukungnya siap pada tempatnya kapan saja.
Untuk mencapai ketahanan terhadap krisis atau bencana yang tak terduga, perusahaan harus menyiapkan BCM Strategy yang akan dituangkan dalam bentuk penetapan kebijakan, pengembangan dokumen perencanaan (Business Continuity Plan, Crisis Management Plan) dan implementasi sumber daya yang diperlukan dalam rangka kontinuitas tersebut.
Bagaimana menyusun Business Continuity Management System (BCMS)?
Dokumentasi Business Continuity Management System (BCMS) terdiri atas dua dokumentasi yaitu:
-
BCM Strategis, dan;
-
Business Continuity Plan (BCP).
Dokumen BCM Strategy yaitu suatu dokumen yang memuat segala asumsi dan analisis yang diperlukan, yang menjadi acuan bagi pembuatan dokumen BCP.
Dokumen Business Continuity Plan (BCP) yaitu suatu panduan operasional untuk kondisi sebelum /saat/sesudah kondisi di luar normal terjadi.
Dokumen kebijakan Business Continuity Management System (BCMS) dibuat untuk menggambarkan komitmen dan prinsip-prinsip dasar dari BCMS.
Selain membuat kebijakan BCMS maka dilakukan penetapan ruang lingkup, penetapan ruang lingkup ini dilakukan untuk membatasi (upaya) effort dan “Proof on concept”. Prinsip penentuan ruang lingkup disarankan adalah area yang paling kritikal namun paling mudah dilakukan.
Hal-hal yang menjadi batasan dalam ruang lingkup meliputi:
– Physical Area
– Proses Bisnis
– Organisasi
– Asset
Setelah menentukan ruang lingkup dari BCMS, maka langkah berikutnya ialah melakukan analisis untuk menentukan kondisi abnormal yang mungkin dari ruang lingkup BCM yang telah ditetapkan. Kondisi abnormal ini ditentukan untuk memudahkan dalam melakukan BIA (Business Impact Analysis) pada tahapan BCMS selanjutnya.
Efektivitas BCMS akan sangat bergantung pada kemampuan manajemen untuk secara tepat mengidentifikasi tingkat kritikalitas dari berbagai proses kerja atau aktivitas yang ada sebelum BCP disusun atau dikaji ulang. Dengan demikian Business Impact Analysis (BIA) merupakan dasar dari penyusunan keseluruhan BCP.
Dalam melakukan Business Impact Analysis, satuan kerja masing-masing unit bisnis perlu memperhatikan bahwa BCP yang akan disusun bukan hanya untuk total disaster namun untuk berbagai situasi bencana dan gangguan mulai dari yang tingkat minor, major sampai dengan catastrophic.
Dengan demikian dampak yang harus diperhatikan bukan hanya yang dapat diukur dengan jelas (tangible impact) seperti penalti akibat keterlambatan pembayaran bunga atau biaya lembur pegawai, namun juga yang tidak dapat diukur secara jelas (intangible impact) seperti kesulitan konsumen memperoleh pelayanan.
Dalam perumusan BCMS, jenis bencana berdasarkan kerusakan yang ditimbulkan dibagi menjadi 2, yaitu:
-
Minor Disaster
Bencana kecil yang ditimbulkan baik dari alam atau pun dari kesalahan manusia
Contoh: gempa kecil, mouse rusak, gangguan listrik, serangan penyakit yang menyebabkan karyawan yang memegang posisi penting berhalangan untuk bekerja, perampokan, kebocoran, pemadaman listrik, dll
-
Major Disaster
Bencana besar yang menyebabkan sistem informasi benar – benar terhenti tanpa toleransi
Contoh: gempa bumi, tsunami, kebakaran, kerusakan hardware pada server, kerusakan jaringan, serangan hacker, perang, terorisme, kegagalan telekomunikasi, ledakan, dll.
Studi Kasus: Robohnya selasar mezanin Menara II Bursa Efek Indonesia
Bursa Efek Indonesia sebagai satu-satunya penyelenggara perdagangan saham di Indonesia menerapkan sistem tata kelola dan pengelolaan risiko terutama yang berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk melanjutkan keberlangsungan proses bisnis dalam berbagai kondisi.
Dalam implementasi BCMS, kegagalan bangunan gedung yaitu ambruknya lantai mezanin Gedung Bursa Efek Indonesia (Bursa Efek Indonesia), masuk ke dalam kategori minor disaster. Meskipun demikian dengan berjalannya Crisis Management Plan, aktivitas karyawan berjalan seperti biasa dan berlangsung normal. Korban dapat cepat diselamatkan dan sistem pendukung bisnis tetap dapat berjalan.
Berdasarkan penuturan dari Direktur Penilaian Bursa Efek Indonesia Samsul Hidayat, beberapa jam setelah bencana kegagalan bangunan gedung terjadi, para pengguna gedung sudah dapat melakukan aktivitas seperti biasa kembali. Tidak ada aktivitas bisnis yang diliburkan, hanya ada sejumlah area dalam gedung yang dibatasi, namun tidak sampai mengganggu operasional Bursa Efek Indonesia. Walaupun ada gangguan listrik dan gangguan lain akibat robohnya selasar lantai mezanin, karyawan sudah ada fasilitas untuk menjamin bahwa semua sistem dapat berjalan.
Hal tersebut dapat terjadi karena terkait dengan PT Bursa Efek Indonesia yang sudah memiliki plan atau rencana untuk menghadapi krisis atau bencana yang datang tiba-tiba, sehingga dapat meminimalisasi terhentinya aktivitas keberlangsungan bisnis yang harus terus berjalan. BCMS sudah diterapkan dengan baik sehingga saat krisis terjadi, penanganan dapat dilakukan dengan cepat dengan risiko minimal.
Tito Sulistio (19/4/2018), Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, mengatakan bahwa sebagai bursa dan sekaligus perseroan, Bursa Efek Indonesia harus menjamin keamanan informasi dan kemampuan infrastruktur Bursa Efek Indonesia untuk tetap melanjutkan operasional utama dan pendukungnya bila terjadi kondisi yang tidak normal.
Dalam kegiatannya, fungsi BCM yang dimiliki Bursa Efek Indonesia mengacu pada SNI ISO 22301 sehingga memberikan banyak nilai tambah bagi Bursa Efek Indonesia seperti:
-
Lebih tanggap terhadap terjadinya krisis atau bencana
-
Lebih proaktif dalam menganalisis kemungkinan-kemungkinan kondisi yang dapat menjadi gangguan operasional bisnis perusahaan
-
Lebih siap dan cepat tanggap menangani gangguan bisnis dengan berbagai rencana yang sudah dipersiapkan dan terdokumentasi dengan lengkap
-
Selalu memetik pelajaran dari berbagai gangguan bisnis yang telah terjadi (lesson learned) di dalam perusahaan maupun gangguan yang terjadi pada perusahaan/institusi lainnya untuk meninjau (review) pedoman-pedoman BCMS.
Meskipun pada awal tahun 2018 tersebut Bursa Efek Indonesia mengalami beberapa krisis, dengan terimplementasinya BCMS yang baik berdasarkan ISO 22301, Bursa Efek Indonesia tetap dapat melanjutkan operasi bisnisnya dengan baik.
Baca Juga :
http://itgid.org/business-continuity-management-proxsis-irmapa/