Kerugian Akibat Kejahatan Cyber Tembus USD 150 Miliar

Kejahatan cyber membuat tiap orang rata-rata rugi USD 358 atau total sekitar USD 150 miliar. Demikian hasil temuan Norton Cybersecurity Insights Report, yang menyoroti kenyataan pahit dari kejahatan online dan efek personalnya pada konsumen di 17 negara.

Laporan ini menemukan bahwa secara global, 62% konsumen percaya bahwa informasi kartu kredit mereka akan dicuri secara online, dan 38% responden berpikir bahwa mereka akan kehilangan informasi kartu kredit dari wallets mereka. Selain itu, 47% melaporkan mereka pernah terkena dampak dari cyber crime.

“Kepercayaan konsumen terguncang pada tahun 2014, ketika terjadi pelanggaran besar yang belum pernah terjadi sebelumnya yang mengekspos identitas jutaan orang yang hanya melakukan pembelian rutin dari retailer yang sudah dikenal,” kata Gavin Lowth, Vice President Norton Consumer and Small Business Asia Pasifik & Japan, Jumat (27/11/2015).

Temuan tersebut, menurut Lowth, ikut menggoyahkan kepercayaan masyarakat dalam aktivitas online. Namun ancaman cybercrime ini belum mendorong adanya pengadopsian perlindungan sederhana yang harus dilakukan orang untuk melindungi informasi mereka secara online.

“Sebagian besar tidak melakukan tindakan dasar keamanan online: penggunaan password. Saat orang-orang terlalu percaya diri dengan pengetahuan keamanan yang mereka miliki, ketakutan adalah hal lazim. Sebanyak 80% merasa bahwa peluang menjadi korban kejahatan online cukup signifikan untuk dikhawatirkan,” kata dia.

Menurut survei Norton tersebut, korban kejahatan online rata-rata kehilangan waktu 21 jam karena berurusan dengan dampak dari kejahatan cyber. Lebih dari setengah konsumen (60%), yakin dengan menggunakan WiFi publik lebih berisiko daripada menggunakan toilet umum (40%).

Lebih dari sepertiga (38%) millennial berpikir mereka tidak ‘cukup menarik’ untuk menjadi target kejahatan online, meskipun 56% mengalami kejahatan online. Lebih dari setengah konsumen (53%) berpikir bahwa menyimpan informasi kredit/perbankan mereka di awan lebih berisiko daripada tidak memakai sabuk pengaman.

Oleh karena itu, Norton memberikan tips agar tetap aman saat online. Selain menggunakan password yang unik, dan menghapus email dari pengirim yang tidak dikenal, dan tidak mengklik lampiran atau link pada email yang mencurigakan.
Pada situs sosial media, waspadalah terhadap tawaran yang nampaknya terlalu menarik. Sebelum mengklik link yang ditawarkan, arahkan mouse ke link untuk melihat tujuannya.

Selalu memantau akun keuangan terhadap aktivitas yang tidak biasa. Jika ada biaya yang aneh, segera laporkan. Seringkali kejahatan cyber akan melakukan tes pembayaran dalam jumlah kecil sebelum mencoba untuk menguras rekening bank Anda.

Gunakan solusi backup yang aman untuk melindungi file dan backup secara teratur sehingga penjahat tidak dapat menggunakannya sebagai tebusan. Untuk pengamanan lebih lanjut, Symantec menyediakan Norton Security yang menawarkan solusi perlindungan berlapis di semua platform seperti PC dan Mac, smartphone dan tablet Android, serta iPhone dan iPad.

Sementara, Norton Security Premium juga tersedia dengan backup cloud PC yang aman untuk memberikan perlindungan ekstra dari serangan ransomware dan membantu memastikan foto, kontak dan file-file penting tidak hilang.

“Kita hidup di dunia dimana penjahat cyber kerja lembur untuk mencoba menemukan cara-cara baru untuk mencuri informasi pribadi. Di Norton, kami ingin memberikan rasa aman, baik saat berbagi foto secara online atau belanja dari smartphone yang didukung oleh Norton Security untuk menjaga informasi dan perangkat mereka terlindungi,” pungkas Lowth.

Di lain kesempatan, Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri mencatat, Indonesia berada di urutan kedua dari lima besar negara asal serangan cyber crime berdasarkan laporan yang disusun oleh State of The Internet 2013.

Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Agung Setya menyebutkan, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir telah terjadi sekitar 36,6 juta serangan cyber crime di Indonesia.

“Indonesia dianggap menjadi negara paling berisiko untuk mengalami cyber crime,” kata dia sambil menyebut, kejahatan yang paling banyak dilaporkan adalah kasus fraud atau website fraud, diikuti pencemaran nama baik, communication fraud, dan email fraud.

Lebih jauh Agung mengungkapkan, dari tahun 2012 hingga 2014, terdapat 101 permintaan penyelidikan terhadap kasus fraud dari seluruh dunia. “Setiap 10 hari ada satu kejadian selama 3 tahun terakhir,” katanya.

Ia juga menyebutkan, total kerugian dari kasus tersebut mencapai Rp 33,299 miliar. “Ini jauh lebih besar dari perampokan nasabah bank secara konvensional,” ucapnya. Pada periode 2012 hingga 2015, Subdit IT/Cyber Crime telah menangkap 497 orang tersangka kasus cyber crime, 389 orang di antara mereka adalah WNA dan 108 orang WNI.

Sumber berita: detik.com
Sumber foto: odishacomplaints.com

Rate this post

Bagikan:

[yikes-mailchimp form=”2″]

× Apa yang bisa kami bantu?