Fintech dan Sektor Jasa Keuangan Rawan Dipakai untuk Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme (Merujuk pada POJK 12 Tahun 2017)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) khawatir perkembangan industri teknologi finansial (financial technology/fintech) justru dimanfaatkan pelaku kejahatan sebagai wadah dalam melakukan pencucian uang maupun pendanaan kegiatan terorisme. Demi mengantisipasi dampak negatif itu, OJK pun terus menyiapkan berbagai strategi, salah satunya, OJK membentuk fintech advisory forum yang diharapkan dapat mengantisipasi segala bentuk kejahatan termasuk isu lain saat implementasinya.

 

Forum pakar fintech (fintech advisory forum), yakni sebuah wadah yang beranggotakan individu-individu yang dinilai berkompeten di bidang teknologi informasi dan dinamika dalam bidang inovasi digital keuangan. Digagasnya wadah ini merupakan satu langkah relevan yang dapat meminimalisir dampak negatif industri fintech terhadap industri jasa keuangan secara umum. Selain mesti mengantisipasi dari tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme, industri fintech melalui fintech advisory forum harus mengantisipasi isu lain, diantaranya terkait pelaksanaan e-Know Your Customer, tanda tangan digital, dokumen elektronik, invetasi asing, dan isu perpajakan.

OJK juga telah membentuk dua unit khusus yang akan menangani soal fintech, yakni Direkorat Inovasi Keuangan Digital dan Direktorat Pengaturan, Perizinan dan Pengawasan Fintech. Tujuan dibentuknya dua unit khusus itu salah satunya untuk mempercepat proses penyiapan regulasi, penerbitan perizinan baik pelaku fintech yang bergerak di sektor jasa keuangan maupun pelaku startup fintech.

Mengulas Peraturan APU dan PPT

Pada tahun 2017 ini terdapat perubahan Peraturan dari Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”) nomor 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (“APU PPT”) di Sektor Jasa Keuangan dan Surat Edaran nomor 047/SEOJK.04/2017 tentang Penerapan Program APU PPT di Sektor Pasar Modal.

Sektor jasa keuangan merupakan media yang digunakan sebagai sarana dalam pencucian uang dan media untuk pendanaan terorisme. Pentingnya penanganan APU PPT berdampak pada stabilitas perekonomian dan kedaulatan negara yang akan menimbulkan risiko reputasi, hukum dan operasional. Penerapan program APU PPT di Perseroan merupakan salah satu tindakan “bela negara” karena dapat berperan aktif mendukung upaya pemerintah memberantas korupsi/kejahatan keuangan dan memerangi terorisme.

Pengembangan sistem terhadap pemantauan transaksi nasabah terus dilakukan sehingga memudahkan analisa dari APU PPT dalam menerapkan risk assessment atas risiko Tindak Pidana Pencucian Uang/Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (“TPPU/TPPT”). Departemen APU-PPT akan melakukan pengkinian data sesuai dengan hasil pemantauan setiap bulan terhadap profil dan transaksi nasabah dimana sesuai dengan POJK 12/POJK.01/2017. Pengkinian data diserahkan kepada masing-masing Pelaku Jasa Keuangan (“PJK”).

 

Adapun yang melatar belakangi lahirnya peraturan ini adalah:

  1. Belum adanya keseragaman dan harmonisasi pengaturan yang mengatur penerapanprogram anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme (APU dan PPT)oleh Penyedia Jasa Keuangan (PJK) di sektor jasa keuangan, yang berpotensi menimbulkan gap pengaturan antar sektor jasa keuangan
  2. Pemenuhan standar internasional sebagaimana direkomendasikan oleh he Financial Action Task Force on MoneLaundering (FATF) yang didasarkan pada pendekatan berbasis risiko (risk based approach/RBA) Hasil Self assessment

– PPATK, yaitu 5 rekomendasi dengan nilai Non Compliant  dan 22 rekomendasi dengan nilai Partially Compliant, salah satunya adalahRekomendasi 10 (Customer Due Diligence) yang merupakan Rekomendasi Inti.

– Hasil FSAP AML/CFT, Indonesia telah memiliki National Risk Assessment dan telah merumuskanstrategi APU PPT, namun otoritas terkait belum mengintegrasikan identifikasirisiko APU PPT tersebut dalam prioritas dan programnya. OJK belum mewajibkan PJK untuk menerapkan APU dan PPT berbasis risiko

  1. Perkembangan kompleksitas produk dan layanan jasa keuangan termasukpemasarannya (multi channel marketing) serta peningkatan penggunaan teknologiinformasi pada industri jasa keuangan.

Adapun 5 pilar penerapan program APU PPT dalam di sektor jasa keuangan akan melibatkan pengawasan aktif dewan direksi dan komisaris, kebijakan dan prosedur, pengendalian internal, sistem manajemen informasi, sumber daya manusia dan pelatihan, pelaporan dan sanks-sanksi.

 

Baca Juga : 

Indeks KAMI: Mengenal Indeks Keamanan Informasi

http://itgid.org/assessment/

Rate this post

Bagikan:

[yikes-mailchimp form=”2″]

× Apa yang bisa kami bantu?